Langsung ke konten utama

SEJARAH GUNUNG PEGAT BABAT LAMONGAN

Telah kita ketahui bahwa Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai masyarakat adat dengan sistem kepercayaan yang bermacam-macam dan masih di pegang teguh oleh sebagian komunitas, seperti masyarakat Desa Karang Kembang yang percaya terhadap mitos. Mitos merupakan sebuah problem tersendiri bagi masyarakat yang menganutnya, terutama pada hal-hal yang berhubungan dengan kehidupan seharihari, karena mitos yang diyakini oleh suatu komunitas masyarakat merupakan suatu kejadian pada zaman dahulu yang mempunyai arti penting bagi kehidupan. 
Mitos disini adalah semacam takhayyul sebagai akibat ketidakt ahuan manusia yang lambat laun berubah menjadi kepercayaan yang biasanya dibarengi dengan rasa ketakjuban, ketakutan atau kedua-duanya. Dan dalam reaksinya lalu timbul rasa hormat yang berlebih-lebihan, yang melahirkan sikap pemujaan (kultus).
Sebagaimana mitos “Gunung Pegat” yang dipercaya oleh masyarakat Desa Karang Kembang Kec. Babat Kab. Lamongan serta beberapa wilayah Kabupaten Lamongan, Tuban, Bojonegoro, Jombang, Kediri dan Blitar serta Tulung Agung Menjadi fenomena tersendiri yang berhubugan dengan perceraian. 
Mitos ini berawal ketika zaman pendudukan Belanda, dimana rakyat Indonesia diperlakukan seperti hewan, disuruh bekerja siang-malam tanpa upah. Istilah ini dikenal dengan kerja “Rodi”. Untuk memudahkan invasi Belanda terhadap Indonesia, ketika itu masyarakat disuruh bekerja membangun Jalur kereta api 1917 yang menghubungkan antarta wilayah utara Jawa Timur dengan wilayah selatan Jawa Timur dengan menerobos gunung. Dengan susah payah masyarakat berusaha meratakan gunung untuk dibuat jalan, tidak sedikit korban jiwa dalam pembangunan jalan itu. Oleh karena itu masyarakat “menyumpahi” dengan perkataan “barang siapa yang melewati jalan ini maka akan pegatan”.
Keberadaan mitos ini lebih dititikberatkan pada keutuhan rumah tangga bagi pengantin yang melewati Gunung Pegat. Tidak heran, jika ada rumah tangga yang hancur selalu dikaitkan dengan mitos tersebut. Hal ini menjadi problem bagi orang tua yang menikahkan Putra-Putrinya apabila berbatasan dengan Gunung Pegat, karena jika tidak sesuai dengan mitos (melanggarnya) maka banyak resiko yang akan menimpanya seperti keluarganya tidak harmonis, sengsara, rizkinya sulit, tidak punya anak, meninggal dll.

Berdasarkan pada pengalaman dan pemahaman masyarakat di Desa Karang Kembang Kec. Babat Kab. Lamongan, mitos "Gunung Pegat" sudah menjadi bagian peraturan yang harus benar-benar dianutnya dan tidak boleh dilanggar pasangan untuk sampai pada proses perkawinan. 

Komentar